smile

share for smile

Bromo, I’m Coming!



Gunung Bromo dari seberang jalan
Saya pernah berangan untuk datang ke Bromo. Sebuah kawasan yang kata teman-teman saya luar biasa indahnya. Sampai-sampai, siapapun yang ke sana pasti takjub atas kekuasaanNya. Ah ya, saya punya angan itu sejak masih SMA. Saya ingin ke Malang lagi, mengunjungi banyak alam yang luar biasa itu.

Keinginan itu datang setelah saya melihat Malang untuk kali pertama. Ketika saya dan teman-teman Taman Kanak-Kanak mengunjungi satu per satu objek wisata. Sengkaling, Selecta, taman buah, dan Pasar Lawang, udaaaaah!!!

Kedua kalinya saya ke Malang, saat perpisahan Sekolah Dasar (SD). Saya ingat kita ramai-ramai menaiki wahana di Jatim Park, membeli walkman, juga membeli boneka. Oh iya, saya tidak jadi beli boneka sih hehe, dikasih boneka yang gak jadi saya ambil. Setelah itu, saya pernah ke air terjun kakek bodo. Kapan ya? Saya lupa...

Semasa kuliah, saya tidak pernah ikut jalan-jalan. Teman-teman yang sering pasang foto di Bromo dengan berbagai pose. Benar-benar membuat mupeng. Yang bikin makin mupeng, teman-teman ITS Online pergi ke Bromo saat saya dan Ima wawancara narasumber di Jakarta. Argggghhhhh! >,<

Akhirnya, kesempatan itu datang juga. Hari minggu, berbekal jas hujan merah saya naek motor ke sana (Sok-sokan naik motor sendiri haha). Sepanjang jalan, saya pun mampir tiga kali buat kebutuhan bekal. Pertama, sarapan nasi pecel madiun, kedua beli bekal roti, terakhir ngopi top coffe hehe.
Gunung Bromo, di antara gundukan pasir  
Perjalanan ke Bromo, bagi saya, adalah jalan-jalan paling seru dan menyenangkan. Banyak jalan berkelok tajam yang membuat sport jantung, ditambah lagi sepanjang jalan diguyur hujan yang membuat kita berubah jadi power ranger. Kabut juga menyelimuti jalanan. Jadi seperti ini rasanya ya, luar biasa, pikir saya waktu itu.

Saya merasakan bagaimana saya berpegangan kuat pada pegangan motor sembari berdoa. Apalagi saat meluncur tajam di kemiringan yang super fantastis. Subhanallah! Bagi orang yang awan dengan perjalanan seperti itu pastilah deg-degan. Bagaimana tidak, jalanan itu tak mudah, sedang seberang kiri jalan sudah jurang melintang.

Saya benar-benar takjub melihat petani yang mampu menanam di lahan dengan kemiringan hampir lebih dari 45 derajat. Wow, mereka mampu karena terbiasa dengan alam. Coba saya ikut menanam dengan posisi seperti itu, tidak bisa dibayangin deh.

Menuju Bromo saat hujan menuntut kesabaran, hati-hati, dan konsentrasi lebih. Harus fokus nyetir, karena kita tak tau ada kendaraan atau tidak di seberang kita. Hujan dengan kabut memang perpaduan yang membuat siapapun yang melintas harus ekstra hati-hati. Meski begitu, sejauh mata memandang, hanya satu yang bisa terucap, Subhanallah! Luar biasa indahnya.

Setelah melewati jalanan berkelok, kita akan memasuki gerbang kawasan wisata pegunungan tengger. Di sana, kita perlu merogoh kocek Rp Rp 10.000 per orang. Meskipun cuaca tak bersahabat, nyatanya banyak juga yang bersama kita melalui gerbang itu. Oh ya, gerbang itu berada di kawasan pemukiman penduduk.

Usai melalui gerbang, kita masih menemui jalan berkelok yang lebih curam dari sebelumnya. Wuih, sport jantung kali kedua deh. Tapi, setelahnya, kita bakal disuguhi pemandangan apik padang pasir yang luasnya hingga tempat parkir menuju pendakian bromo. Saya mencoba nyetir lho di padang pasir, seruuuuu! Tapi yang jalan kaki lebih cepet samapi ujung dibanding saya yang nyetir huhu. Saya sempat berfoto ria di depan ‘gunung miring’ hehe.
Alam yang luar biasa
sepanjang gundukan pasir
gundukan pasir dekat parkir motor hehe
Setelah parkir motor, kita langsung bersiap mendaki. Sebenarnya, mendaki bukan istilah yang pas ya. Coba lihat ke depan, bukan hutan belantara yang mengharuskan kita mencari jalur pendakian yang benar. Objek wisata bromo ini memang dipenuhi dengan gundukan pasir. Dan, berakhir dengan pendakian untuk melihat kawah gunung. Sekitar 60 tangga (kalau tidak salah hitung) yang sudah nyaman buat dilewati, ditambah tempat peristirahatan sebanyak 2 kali.

Saya yang tak pernah olahraga (terakhir olahraga saat maba), langsung merasakan nikmatnya. Ngos-ngosan rek, hehe. Sekitar empat kali kita berhenti. Meski begitu, saya menikmati perhentian pertama. Duduk di gundukan pasir, minum yakult, dan melihat pemandangan.
Kuda yang bisa disewa
memulai perjalanan di tanjakan tangga
Untuk mendaki, pengunjung memang tidak diharuskan jalan kaki. Ada kuda yang bisa disewa seharga Rp 30.000, ataupun motor yang bunyi memekakkan telinga. Jujur, saya pingin merasakan naik kuda. Pasti keren bin seru, tapi nikmat jalan kaki tidak ada duanya. Alhasil, saya memilih jalan kaki saja. Kita bisa berlari kecil, lantas jalan santai, jalan cepat lagi, begitu seterusnya sambil mengobrol.

Jalan kaki pun terasa ringan. Saya pakai sandal biasa, tanpa bawa tas pula (terima kasih sudah dibawakan hehe). Saya benar-benar semangat menuju tangga paling atas. Walaupun ngos-ngosan, semua itu terbayar. Dari atas, kita bisa lihat jelas kawah dengan asap membubung tinggi. Wow!

Narsis hehe
Dinding pasir yang mudah luruh
Kawah gunung bromo
Oleh-oleh bunga edelweis hehe
Nah, kejadian konyol terjadi saat pulang. Setelah melewati padang pasir, kami bersiap menuju tanjakan curam. Si motor pake acara ngambek segala. Jadilah saya naik ojek sekitar beberapa puluh meter, sampai tanjakan curam usai hehe. Lebih mahal ngojek di sini ketimbang di Lamongan ya haha. Perjalanan kali diakhiri dengan semangkuk bakso, semangkuk soto, dan top coffe ^^

Sampai jumpa di perjalanan selanjutnya :-)

Labels : Free Wallpapers | Supercar wallpapers | Exotic Moge | MotoGP | Free Nature | car body design

0 komentar:

Posting Komentar