smile

share for smile

Happy 1st Anniversary Ayah


Happy anniversary 😍

Tidak  terasa ya mas, kita telah melalui setahun bersama sebagai pasangan halal. Berjuta detik Telah kita  lewati. Ada suka, ada duka. Ada tangis, ada tawa. Tapi yang pasti, ada banyak canda dan kebahagiaan mewarnai kebersamaan kita.

Banyak hal kita pelajari bersama. Banyak hal baru pula yang kupelajari dari mas hehe. Kadang, aku ingin tertawa sendiri ketika teringat pertama kali menghaluskan bumbu dengan blender yang baru kita beli. Kebiasaan pakai cowek kebaangsaan sih 😂. Semua hal kita lakukan bersama. Memasak bersama setiap pagi pun menjadi rutinitas yang sangat menyenangkan. 

Bersama, memang sebuah kata yang indah. Bagaimana kita mengawali kebersamaan dengan beradaptasi satu sama lain. Pasti banyak hal yang baru mas ketahui soal aku. Begitupun aku pada mas. Tapi aku bersyukur, kita saling memahami, Saling belajar, dan menyayangi penuh cinta.

Aku selalu bersyukur Allah menyandingkan mas denganku. Mas adalah suami terhebat yang selalu membuatku terkagum-kagum. Semua hal bisa mas lakukan. Mas tak pernah lelah memahami aku. 

Sekarang, kita telah bertiga. Alhamdulillah dedek lucu, tembem, ginuk2 nan cantik telah mewarnai hari kita sejak 3 januari 2017 lalu. Bersama ya mas kita belajar jadi orang tua yang baik, yang bisa menjadi panutan. Semoga putri pertama kita menjadi anak yang sholehah ya sayang. 

Semoga hari2 ke depan lebih baik ya mas. Semoga pernikahan kita selalu diberkahi Allah. Bunda sayang ayah 😙😍

Gresik, 14 Januari 2017

Satu, Aku dan Dia

SATU



Saya tidak tahu harus bagaimana mengawali tulisan ini. Jujur saja, jari jemari saya sudah kaku, tak tahu harus memilih huruf yang mana untuk sekedar menjadi penentu awal. Terlebih lagi, pikiran saya, efek domino tontonan drama korea membuat naluri menulis saya hilang seketika. Padahal, begitu banyak yang ingin saya tumpahkan, saya ceritakan, dan saya bagi. Tentang saya dan dia.


Bahagia, juga penuh syukur. Hari ini, tepat sepuluh bulan yang lalu, saya bersama dengan pasangan halal saya memulai bahtera rumah tangga, yang kata orang, penuh dengan banyak pelajaran kehidupan. Bukan hanya soal suka ataupun duka, soal aku dan kamu, tapi soal kita. Semua hal tentang kita yang berbeda tapi selalu terasa sama. 

Mas Huda, begitu saya memanggilnya setiap waktu. Dia benar-benar melengkapi hidup saya. Humor dan candanya membuat saya tersenyum setiap waktu. Perhatiannya pun membuat saya trenyuh. Jangan ditanya soal cintanya, rasanya tidak ada hari tanpa saya merasa menjadi wanita paling dipuja. Bahkan, rasa sayangnya tak bisa dibandingkan dengan sekelumit barisan kalimat indah yang ingin saya lontarkan padanya. Ah, saya benar-benar bahagia . Andai kalian semua tahu bagimana perasaan saya, mungkin kalian akan menyuruh saya membuka mata. Ini bukan negara di atas awan, ini nyata.

Mulai Berkenalan

Bersama mas Huda adalah perjalanan panjang. Sekitar 7 tahun yang lalu, saya mulai mengenal namanya. Hanya nama, tanpa tahu bagiamana pribadinya. Begitu indah Allah mempertemukan kami dalam  sebuah lembaga organisasi mahasiswa di tingkat kuliah. Sebuah lembaga di bidang menulis, bukan bidang yang saya cintai tapi sungguh dicintainya. 

Saya ingat betul, kala itu saya mengikuti tes wawancara. Dan mas Huda dalam balutan batik hijau merah duduk di sebelah saya. Dia mengenalkan seluruh anggota organisasi yang berperan menguji saya. Masih lekat di ingatan saya, sikapnya yang tampak kalem dan berwibawa. Jujur, saya tak pernah berpikir saya akan jatuh hati padanya. Saya tak pernah jatuh cinta, bahkan sekali saja. Masa SMA yang sering dikata masa indahnya remaja memunculkan benih rasa, tak pernah saya alami. Jujur saja, saya orang yang terlalu ambisius. Dalam kamus saya hanya ada nilai yang sempurna. Sekolah nomer satu. That’s it!

Hari demi hari, bulan pun berganti bulan, saya mulai mengenal sosok mas Huda. Baik dan penuh perhatian, begitu kesan saya padanya. Sebagai pemimpin lembaga, mas Huda tak pernah marah. Wibawanya tampak. Bijaksananya pun tak pernah luput. Ia adalah sosok yang mengingatkan ketika salah tanpa menghakimi. Cara bicaranya..., duh, layaknya hipnotis yang membuat saya kagum dan salut. Ah, dia benar-benar kalem dan misterius. Misterius? Hehe.

Diantara banyak teman laki-laki di lembaga tersebut, mas Huda memang terkesan lebih pendiam. Mungkin pendiamnya itu yang membuat saya menyebutnya misterius. Dia tak tampak hobi bergurau seperti yang lain. Kelebihannya, mas adalah pendengar yang baik. Tak jarang, banyak anggota lembaga yang rela antre meminta waktu mas Huda untuk sekedar mendengarkannya bercerita. Soal apapun itu. Entah kuliah, deadline menulis, soal hati, bahkan soal keluarga. Super sekali kan mas Huda hehe...

Lantas, apa yang membuat saya dekat dengannya? Apakah saya termasuk salah satu diantara sekian banyak orang yang meminta waktunya untuk bercerita? Tunggu kelanjutannya ya....hehe

Gresik, 17 November 2016
Menunggu suami tercinta pulang kerja 


Surat Untukmu



Untukmu calon suamiku,

Bagaimana kabarmu hari ini?
Bagaimana kabar imanmu hari ini?
Sudahkah air wudhu menyegarkanmu?
Dan sudahkah Al-quran menentramkan hatimu?
Juga sudahkah bacaan basmallah menyertai setiap langkahmu?

Tahukah engkau bahwa Allah benar-benar mencintaiku sedemikian dahsyatnya?
Aku sering bertanya, kenapa Allah selalu mengujiku tepat di hatiku, titik terapuh dalam hidupku? Kini aku tahu jawabannya.

Allah tahu bagaimana caranya agar aku selalu mengingat cinta-Nya. Ujian demi ujian telah kulewati yang insyaallah membuatku lebih tangguh. Dan, ketika tiba saatnya kelak, kamu akan bangga memiliki aku di hatimu.

Allah tahu tempat yang tepat untuk mendewasakan aku. Sebab, satu per satu hal bijak mulai menempa hidupku, yang lantas tak bisa kuhitung lagi. Aku paham, agar aku pun bisa bijak menyikapi kehidupan dan siap mendampingimu kelak. Terkadang aku keluarkan keluh kesah untuk ujian hati yang tak kunjung padam, namun kini aku merasa lebih baik. Jauh lebih baik.

Aku yakin Allah pun mencintaimu sebagaimana Dia mencintaiku. Aku yakin Allah tengah melatihmu menjadi sosok imam yang hebat yang mampu membimbingku menuju sunga-Nya. Yang mampu menjadi suami juga ayah yang luar biasa bagi aku dan anak-anak kita kelak.


Wahai calon suamiku, semoga kita selalu berjuang bersama di jalan-Nya. Berusaha yang terbaik agar tiba saatnya kelak kita mampu membangun istana indah yang kita impikan. J

Salah dan Maaf


Maaf itu bisa berarti aku salah dan kamu benar
Pun berarti kamu salah dan aku benar
Atau aku dan kamu, kita sama-sama salah

Maaf itu lumrah. Bagiku atau bagi mereka yang selalu menyadari satu hal, bahwa kita manusia biasa yang tak pernah luput dari kesalahan. Maaf itu keharusan. Sengaja atau tidak, salah atau benar, dahulukan maaf dari ego yang datang.

Maaf tak butuh gengsi. Tak perlu pandang bulu, juga tak butuh syarat. Maaf hanya perlu kita lontarkan pada siapapun. Karena sadar atau tidak, kita pernah salah. Mungkin, lidah ini yang tak bisa menjaga. Atau tingkah ini yang terpaut emosi hingga tak sadar menyakiti hati. Ya, kita tak pernah sadar. Terkadang, ucapan yang menurut kita biasa, bisa jadi tidak biasa bagi orang lain. Apa yang menurut kita benar, pun kadang tak sepenuhnya benar. 

Maaf, bukan berarti kita sepenuhnya salah, atau sepenuhnya benar. Maaf berarti kita mendahulukan ukhuwah di atas ego yang tak kunjung padam.

Seperti itulah aku dan kamu, aku dan mereka
Maaf untuk untaian kata yang berserakan
Juga ego yang mungkin mengecewakan


Satu Perempuan

Bagaimana bekerja di lingkungan yang didominasi laki-laki? Hmm...rasanya saya bisa menjawab dengan cepat tanpa mikir tanpa makan (#eh). Bekerja dengan lingkungan seperti ini memang ada enaknya, ada pula ndak enaknya. Itu jelas. Kali ini, saya pun mengalami hal itu di departemen tempat saya bekerja.

Saya memang bukan perempuan pertama yang berada di departemen itu, tapi saya sekarang satu-satunya perempuan di departemen ini. Dan saya baru mengetahui itu di hari pertama bekerja. Wow...! Jujur, saya benar-benar tidak tahu. Saat tes kerja, direktur saya hanya bertanya, apakah saya bisa bekerja di lingkungan yang banyak laki-lakinya. Just it. Haha, ternyata itu pertanyaan yang tersirat ya. Sama halnya dengan pertanyaan seperti ini,”Apakah kamu bisa bekerja sendirian bersama banyak laki-laki?” haha.

Saya pun baru mengetahui fakta itu saat orientasi hari pertama. Setelah masuk ruangan HSE, saya tidak menjumpai satu perempuan. Iseng, saya tanya ke senior yang sudah setahun di ruangan itu.

“Mas, di sini ada berapa perempuan sih? Kok gak ketemu ya?”

“Cuma enam sama kalian (aku dan mbak dari Jurusan Hukum).”

“Jangan bilang yang empat itu ibu-ibu yang ada di ruangan depan (departemen SDM, departemen keuangan)”

“iya haha” (Alamaaaaak, mbatin deh hehe)

Sebenarnya, bekerja di lingkungan seperti itu tidaklah susah. Kuncinya satu, kita harus tau cara berpikir laki-laki yang lumrahnya beda dengan perempuan. Soal bersosialisasi juga tidak susah. Hampir semua laki-laki di sini semumuran dengan orang tua kita. Jadi, seperti orang tua sendiri. Umumnya, orang tua pasti mengajarkan sesuatu pada anaknya. Pun begitu di sini. Ada yang mengajarkan ilmu agama, tentang hidup dengan orang lain. Hingga, ada pula yang hobi membahas soal jodoh haha.

Alhamdulillah, semua orang ramah-ramah. Dari bapak-bapak, ibu-ibu, sampai yang baru masuk setahun lalu, bisa membaur dengan mudah. Dan, membahas banyak hal. Yang saya seneng, bapak-bapak di sini benar-benar menganggap kita seperti anaknya sendiri. Ditanyai banyak hal, juga didengarkan ketika ingin cerita. J

Jadi, bekerja dengan lingkungan laki-laki memang tidak susah. Tapi, ada beberapa hal yang susah. Misalnya saja, soal rapat. Layaknya konferensi meja kotak, Cuma saya yang perempuan. Jadi kangen teman-teman perempuan saya huhu. Untungnya, ada mbak Fery. Teman kerja yang masuk barengan saya, tapi di departemen SDM. Jadi, setiap istirahat, saya ada teman buat ngobrol. Kalau ndak ada, pasti pusing deh. Hehe


Sekian curcol hari ini J

Seorang Manager, Sebuah Radio

Bismillah, lama sudah saya tidak posting-posting hehe. Mengawali kembali di Bulan Februari 2014, semoga bisa istiqomah menulis :-)

Bulan ini amat terasa berbeda dengan bulan kemarin. Baru satu hari, belum saya lalui sepenuhnya, tapi tempat kerja saya amat terasa berbeda. Tak ada suara radio mengalun yang selalu non stop dari pagi hingga jam pulang kerja. Tak ada guyonan khas dari suara yang keras nan tegas itu. Tak ada pula mobil hitam yang setia parkir di bawah pohon mangga, depan pintu departemen saya hehe. Bukan hanya saya, setiap orang di sini pasti merasakan hal sama. Terutama mereka yang bekerja dalam departemen produksi dan teknik.

Pak Rudy, begitu kami biasa menyapanya. Di sekitar tempat tinggal saya, nama Rudy identik dengan orang yang gemuk, sangar, dan berkumis. Hmm, mirip Pak Rudy tidak ya? hehe. Pak Rudy yang saya kenal ini berbadan tinggi, bersuara lantang, dan tegas. Baru sebulan saya mengenal Pak Rudy. Maklum, saya sendiri baru bekerja di sini sebulan yang lalu.

Rasanya, sebulan terasa begitu cepat. Teramat cepat pula untuk mengenal sosok luar biasa Pak Rudy. Beliau diamanahi sebagai manager produksi di sini sekitar 4 tahun silam. Hampir semua orang mengenal sosoknya yang ramah. Maklum, Pak Rudy mudah bergaul dan guyon dengan siapa saja. Umurnya memang sudah menginjak kepala 6, tapi semangatnya tak kalah dari orang muda. Kiprahnya di dunia kerja pun tidak diragukan lagi. Setelah pensiun dari PT. Petrokimia Gresik, beliau pernah menjadi direktur utama PT. AJG. Hingga akhirnya menjadi manager produksi di PT. Petronika (anak perusahaan Petrokimia).

Tanggal 30 Januari lalu, beliau berpamitan. Katanya, sudah waktunya beliau benar-benar pengsiun. Sedih rasanya. Saya sudah meneteskan air mata tapi dihalang-halangi soalnya malu sama yang lain hehe. Pesannya, agar kami selalu 'beda'dengan yang lain. Berusaha semaksimal mungkin :-)

Meski hanya sebentar, ketika ditinggal oleh orang yang benar-benar baik, pasti terasa 'gelo'. Begitu kata orang-orang. Dan, memang benar adanya. Semoga silaturrahmi tetap bisa berjalan. Terima kasih untuk semua pesan dan ilmunya pak :-).



Bromo, I’m Coming!



Gunung Bromo dari seberang jalan
Saya pernah berangan untuk datang ke Bromo. Sebuah kawasan yang kata teman-teman saya luar biasa indahnya. Sampai-sampai, siapapun yang ke sana pasti takjub atas kekuasaanNya. Ah ya, saya punya angan itu sejak masih SMA. Saya ingin ke Malang lagi, mengunjungi banyak alam yang luar biasa itu.

Keinginan itu datang setelah saya melihat Malang untuk kali pertama. Ketika saya dan teman-teman Taman Kanak-Kanak mengunjungi satu per satu objek wisata. Sengkaling, Selecta, taman buah, dan Pasar Lawang, udaaaaah!!!

Kedua kalinya saya ke Malang, saat perpisahan Sekolah Dasar (SD). Saya ingat kita ramai-ramai menaiki wahana di Jatim Park, membeli walkman, juga membeli boneka. Oh iya, saya tidak jadi beli boneka sih hehe, dikasih boneka yang gak jadi saya ambil. Setelah itu, saya pernah ke air terjun kakek bodo. Kapan ya? Saya lupa...

Semasa kuliah, saya tidak pernah ikut jalan-jalan. Teman-teman yang sering pasang foto di Bromo dengan berbagai pose. Benar-benar membuat mupeng. Yang bikin makin mupeng, teman-teman ITS Online pergi ke Bromo saat saya dan Ima wawancara narasumber di Jakarta. Argggghhhhh! >,<

Akhirnya, kesempatan itu datang juga. Hari minggu, berbekal jas hujan merah saya naek motor ke sana (Sok-sokan naik motor sendiri haha). Sepanjang jalan, saya pun mampir tiga kali buat kebutuhan bekal. Pertama, sarapan nasi pecel madiun, kedua beli bekal roti, terakhir ngopi top coffe hehe.
Gunung Bromo, di antara gundukan pasir  
Perjalanan ke Bromo, bagi saya, adalah jalan-jalan paling seru dan menyenangkan. Banyak jalan berkelok tajam yang membuat sport jantung, ditambah lagi sepanjang jalan diguyur hujan yang membuat kita berubah jadi power ranger. Kabut juga menyelimuti jalanan. Jadi seperti ini rasanya ya, luar biasa, pikir saya waktu itu.

Saya merasakan bagaimana saya berpegangan kuat pada pegangan motor sembari berdoa. Apalagi saat meluncur tajam di kemiringan yang super fantastis. Subhanallah! Bagi orang yang awan dengan perjalanan seperti itu pastilah deg-degan. Bagaimana tidak, jalanan itu tak mudah, sedang seberang kiri jalan sudah jurang melintang.

Saya benar-benar takjub melihat petani yang mampu menanam di lahan dengan kemiringan hampir lebih dari 45 derajat. Wow, mereka mampu karena terbiasa dengan alam. Coba saya ikut menanam dengan posisi seperti itu, tidak bisa dibayangin deh.

Menuju Bromo saat hujan menuntut kesabaran, hati-hati, dan konsentrasi lebih. Harus fokus nyetir, karena kita tak tau ada kendaraan atau tidak di seberang kita. Hujan dengan kabut memang perpaduan yang membuat siapapun yang melintas harus ekstra hati-hati. Meski begitu, sejauh mata memandang, hanya satu yang bisa terucap, Subhanallah! Luar biasa indahnya.

Setelah melewati jalanan berkelok, kita akan memasuki gerbang kawasan wisata pegunungan tengger. Di sana, kita perlu merogoh kocek Rp Rp 10.000 per orang. Meskipun cuaca tak bersahabat, nyatanya banyak juga yang bersama kita melalui gerbang itu. Oh ya, gerbang itu berada di kawasan pemukiman penduduk.

Usai melalui gerbang, kita masih menemui jalan berkelok yang lebih curam dari sebelumnya. Wuih, sport jantung kali kedua deh. Tapi, setelahnya, kita bakal disuguhi pemandangan apik padang pasir yang luasnya hingga tempat parkir menuju pendakian bromo. Saya mencoba nyetir lho di padang pasir, seruuuuu! Tapi yang jalan kaki lebih cepet samapi ujung dibanding saya yang nyetir huhu. Saya sempat berfoto ria di depan ‘gunung miring’ hehe.
Alam yang luar biasa
sepanjang gundukan pasir
gundukan pasir dekat parkir motor hehe
Setelah parkir motor, kita langsung bersiap mendaki. Sebenarnya, mendaki bukan istilah yang pas ya. Coba lihat ke depan, bukan hutan belantara yang mengharuskan kita mencari jalur pendakian yang benar. Objek wisata bromo ini memang dipenuhi dengan gundukan pasir. Dan, berakhir dengan pendakian untuk melihat kawah gunung. Sekitar 60 tangga (kalau tidak salah hitung) yang sudah nyaman buat dilewati, ditambah tempat peristirahatan sebanyak 2 kali.

Saya yang tak pernah olahraga (terakhir olahraga saat maba), langsung merasakan nikmatnya. Ngos-ngosan rek, hehe. Sekitar empat kali kita berhenti. Meski begitu, saya menikmati perhentian pertama. Duduk di gundukan pasir, minum yakult, dan melihat pemandangan.
Kuda yang bisa disewa
memulai perjalanan di tanjakan tangga
Untuk mendaki, pengunjung memang tidak diharuskan jalan kaki. Ada kuda yang bisa disewa seharga Rp 30.000, ataupun motor yang bunyi memekakkan telinga. Jujur, saya pingin merasakan naik kuda. Pasti keren bin seru, tapi nikmat jalan kaki tidak ada duanya. Alhasil, saya memilih jalan kaki saja. Kita bisa berlari kecil, lantas jalan santai, jalan cepat lagi, begitu seterusnya sambil mengobrol.

Jalan kaki pun terasa ringan. Saya pakai sandal biasa, tanpa bawa tas pula (terima kasih sudah dibawakan hehe). Saya benar-benar semangat menuju tangga paling atas. Walaupun ngos-ngosan, semua itu terbayar. Dari atas, kita bisa lihat jelas kawah dengan asap membubung tinggi. Wow!

Narsis hehe
Dinding pasir yang mudah luruh
Kawah gunung bromo
Oleh-oleh bunga edelweis hehe
Nah, kejadian konyol terjadi saat pulang. Setelah melewati padang pasir, kami bersiap menuju tanjakan curam. Si motor pake acara ngambek segala. Jadilah saya naik ojek sekitar beberapa puluh meter, sampai tanjakan curam usai hehe. Lebih mahal ngojek di sini ketimbang di Lamongan ya haha. Perjalanan kali diakhiri dengan semangkuk bakso, semangkuk soto, dan top coffe ^^

Sampai jumpa di perjalanan selanjutnya :-)