smile

share for smile

Berhasil!!!

Malam ini masih sama. Langit yang temaram, angin yang mulai menyapa dalam dingin, dan gulita yang enggan tersingkir dari peraduan. Semua sama. Dan aku pun sama. Duduk terpekur, memandangi sang gulita, menerawang jauh hingga menemukan setitik cahaya nun jauh di sana yang masih setia memberikan seulas senyum. Lagi-lagi, terjaga tanpa bisa memejamkan mata.

Malam ini entah malam ke berapa, saya mulai terkena sindrom insomnia. Tak bisa tidur barang sejenak hingga fajar menyinsing. Benar-benar tak enak. Saya lelah, lelah hati (berapa ton mbak?haha), lelah fisik (sering berkeliling kayak komidi putar), juga lelah pikiran. Entah berapa kilometer sudah saya jelajahi sepanjang malam bersama sang pikiran. Saya ingin tidur normal, beristirahat penuh di jam non produktif, hanya itu.

Jika sudah begini, saya hanya bisa menyalahkan diri saya. Mengapa harus ada waktu 'nganggur'? memberi ruang gerak untuk sang pikiran makin berkelana. Menyelami setiap permasalahan hingga terlampau dalam. Mengapa? Bukannya saya tak memberi izin, hanya saja ini bukan waktu yang tepat.

Tiga hari lalu, saya mengalami fase sulit. Fase sulit untuk berpikir logis tepatnya. Naluri perempuan yang menggunakan 99 persen perasaannya benar-benar terjadi pada diri saya. Semua terasa slow motion. Tak ada gerak lebih kecuali merenung berlebihan. Akibatnya, seringkali meneteskan air mata tiba-tiba ketika merasakan 'sakit'. Bayangkan, betapa kasihannya tulang air mata saya yang mau tak mau harus isi ulang setiap harinya (padahal isi ulang galon aja tiap bulan).

Saat itu, saya benar-benar menjadi orang rapuh. Lebih rapuh dari daun kering, dan tak lebih rapuh dari kertas yang terbakar. Dislenting sedikit saja, hati saya langsung bergejolak, memberikan rangsang lebih pada pikiran untuk menyelami. Lama....tanpa ujung hingga lagi-lagi menangis sendiri dalam diam. Gue (eh, saya) capek. 

Saya sadar, kerapuhan ini makin menunjukkan bahwa saya bukanlah orang yang dewasa. Ya, dewasa ketika permasalahan datang tiba-tiba. Saya mudah meledak sesaat, galau, hingga demam ketika pikiran saya terlalu lama diajak hura-hura. Come on, waktunya belajar menuju dewasa!

Dewasa itu bukanlah sesuatu hal yang bisa terlihat dari usia. Bukan pula sesuatu yang dinilai dari segi biologis saja. Dewasa juga dipengaruhi sisi sosial dan psikologis. Secara sosial, seseorang disebut dewasa apabila ia telah melakukan peran-peran sosial yang biasanya dibebankan kepada orang dewasa. Secara psikologis, seseorang dikatakan dewasa apabila telah memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan dan keputusan yang diambil. Keputusan, saya tekankan kembali.

Untuk masalah satu ini, saya memang belum dewasa. Semakin saya sadar, semakin benci pada diri sendiri yang tak kunjung belajar dari hal terlewat. Di akhir perenungan itu, mata saya terbuka. Bahwa saya harus bisa melihat suatu masalah dari sisi pandang lain. Bukan memaksakan masalah menjadi seperti yang saya inginkan.

Melawan Benteng
 


Pernah mencoba melawan kata hati nurani? Melawan sekuat tenaga hingga terasa sakit mulai menjalar? Saya pernah dan sedang mengalaminya. Tak pernah ada yang salah dari 'melawan', ketika hal tersebut memang fardhu 'ain untuk dilakukan. Namun, ketika perlawanan itu terlampau dipaksakan, maka sia-sia waktu yang telah terbuang.

Perlawanan ini tak ubahnya mencoba meruntuhkan tembok raksasa yang telah lama melingkupi. Perlahan, tanpa saya sadar, tembok itu telah menjadi benteng kokoh yang sulit ditaklukkan. Dan ketika perlawanan sekuat tenaga tengah saya kerahkan, justru sakit yang saya dapat. (Bayangkan, kakimu menendang tembok raksasa, sakit kan? Haha)

Setiap perjalanan yang terlewat, percaya atau tidak, bukan terjadi kebetulan. Pasti ada hikmah yang menyelinginya. Pun begitu dengan apa yang saya alami. Melawan, sakit, hingga terdiam meminta saya untuk berpikir lebih kuat.

Saya kuat dan sanggup melewati ini!!!

Berhasil

Kalian tahu, tersenyum itu tak sulit. Meski beberapa bulan lalu, saya sempat berujar "lupa cara tersenyum". Hehe.. Tapi serius, ketika kamu mau mencoba sekuat tenaga, meruntuhkan segala ego, berpikir positif, senyum itu akan datang dengan sendirinya walau dipaksa di awal. Saya sudah membuktikan itu. Berhasil!!!

Awalnya, saya takut. Takut jadi sebeku es, takut berubah dari diri apa adanya, juga takut tak bisa lepas dari 'sakit'. Namun, ketakutan itu nyatanya tak beralasan. Hal-hal positif di sekitar mulai saya gali, mengisi segala bentuk kekosongan waktu dengan hal bermanfaat. Tak peduli itu hanya sekedar 'menulis'. Saya kembali, kembali tersenyum lepas. Menyembunyikan 'sakit' itu hingga sisi paling dalam, tanpa memberikan kesempatan baginya untuk datang. Apalagi memporak-porandakan.

Biarlah aku seperti angin, yang datang, berhembus tanpa arti, kemudian pergi. :)
(opo seh?hehe)

Mencoba nanti malam tidur dengan waktu normal, berharap tak ada hal yang mengganggu. SEMANGAT!!!


Labels : Free Wallpapers | Supercar wallpapers | Exotic Moge | MotoGP | Free Nature | car body design

0 komentar:

Posting Komentar